Jumat, 10 Juli 2009
APRESIASI FILM
BANYU BIRU
A.Identitas Film
Judul : Banyu Biru
Sutradara : Teddy Soeraatmadja
Penulis skenario : Rayya Makarim Prima Rusdi
Produksi : M & M Entertainment & Salto Film
Pemain : Tora Sudiro ( Banyu )
: Dian Sastro Wardoyo (Sulah)
Slamet Raharjo (Oskar)
B.Sinopsis Film Banyu Biru
Film ini berkisah tentang seorang pemuda yang mencoba mencari jawab atas berbagai persoalan hidup yang ia alami.
Cerita diawali dengan menampilkan keluarga Oskar, ayah Banyu. Pada awal cerita dikisahkan saat istri Oskar sedang menemani putrinya Biru berenang di kolam renang belakang rumahnya. Tetapi kemudian suaminya memanggil dan menanyakan tentang lembar-lembar kerja yang tak ditemukannya. Akhirnya Biru ditinggalkan sendirian di kolam renang. Dan sebuah tragedi terjadi, entah berapa lama ibu Biru meninggalkan Biru di kolam sendirian hingga kemudian didapati oleh Banyu , kakak Biru, Biru telah terapung di permukaan kolam. Ia meninggal karena tenggelam. Banyu menjerit histeris kemudian teringatlah saat-saat indah dan menyenangkan bersama adiknya, saat – saat mereka bermain.
Ibu Banyu, istri Oskar tidak tahan dengan itu semua dia shock dan akhirnya ia juga meninggal dunia. Banyu merasakan bahwa tidak ada siapa-siapa lagi dalam hidupnya. Adiknya meninggal, ibunya juga meninggal sedangan ayahnya terlalu asik dengan pekerjaannya dan tidak mau peduli dengan dirinya. Akhirnya ia meninggalan rumah dan pergi ke sebuah kota.
Di kota ia bekeja di sebuah supermarket. Berbagai permasalahan selalu bermuara pada dirinya. Hidupnya dipenuhi dengan masalah. Ia tidak bisa menikmati kehidupan. Suatu saat ia diminta temannya menggantikan dia hadir dalam seminar tentang pelayanan terhadap konsumen. Padahal saat itu ia sangat capek, sedang tidak enak badan dan dalam dirinya penuh masalah maka ia pergi ke psikiater untuk menyelesaikan masalahnya. Psikiater menyarankan agar ia kembali kepada keluarganya, kepada ayahnya. Karena menurutnya inilah waktu yang tepat. Sudah saatnya ia harus kembali pada keluarga dan menyelesaikan masalah keluarga, masalah dengan ayahnya. Sebelumnya juga ia telah mendapat telpon dari pamannya agar hadir dalam pesta perkawinannya yang ke lima.
Dengan rasa capek dan pusing ia pasakan hadir dalam seminar itu mewakili temannya. Tetapi ia tidak dapat konsentrasi, pikiranya penuh masalah dan pusing di kepalanya menyebabkan ia harus minum obat sampai akhinya ia tertidur dan dalam tidurnya inilah mengalir cerita dalam mimpinya.
Dalam mimpinya ia kembali ke rumahnya. Tetapi ia tidak bertemu dengan ayahnya. Bahkan rumahnya telah kosong dan dipenuhi debu. Dari Sulah (Sulak), ia memperoleh informasi bahwa ayahnya telah pindah tetapi ke mana pindahnya Sulah sendiri tidak tahu. Di sinilah terjalin kisah cinta pertama antara Banyu dan Sulah. Banyu sangat merasakan cinta itu hingga ketika dalam perjalanan ia tersenyum sendiri, senyum karena senang.
Karena ayahnya telah pindah akhirnya ia pergi ke rumah pamannya yang waktu itu sedang mengadakan pesta pernikahan yang kelima. Dari pamannya inilah Banyu mengetahui bahwa ayahnya telah pindah di Pangkal Pinang. Pamannya mengatakan bahwa ayahnya sebenarnya tidak seperi yang dibayangkan Banyu. Cintanya pada anak dan istri tak pernah habis. Maka sang paman menyarankan Banyu untuk menemui ayahnya dan menyelasaikan persoalannya.
Benar! Banyu akhirnya pergi ke Pulau Pangkal Pinang. Dalam perjalanan mencari rumah ayahnya di Pangkal Pinang ia bertemu dengan Arif, teman SD-nya yang dulu sering ia ejek sebagai seorang banci. Pertemuan yang tidak disengaja karena Banyu sebenarnya hanya mau tanya tentang mobil yang bisa mengantarkan dirinya ke pelabuhan. Tetapi dari Arif Banyu mendapatkan banyak hikmah. Arif yang dulu dikatakan banci ternyata mampu memberi manfaat pada desanya.
Ketika Banyu sampai di pulau Pangkal Pinang ia langsung menuju sebuah rumah dekat pantai dan di situlah ayahnya tinggal. Banyu tetap menyalahkan ayahnya bahwa ayahnya egois, tidak mencintai ibunya dan hanya mementingkan pekerjaannya. Oskar, ayah Banyu marah dan berusaha memberikan pengertian kepada Banyu bahwa apa yang dikatakan Banyu tentang dirinya semuanya tidak benar. Ia sangat mencintai ibu Banyu. Ia mencintai Banyu, anaknya. Sebagai buktinya ia berikan cincin perkawinannya yang ia gantungkan sebagai bandul kalung kepada Banyu. Ia berharap suatu saat nanti Banyu mau mengerti akan ayahnya. Akan hatinya.
Akhirya Banyu ingin kembali lagi dan meninggalkan ayah, tetapi di tengah perjalanan lautnya ia pusing dan terlempar ke dalam laut. Ia terbangun dari mimpi dan bertekad untuk menyelesaikan masalahnya dengan kenyataan bukan dalam impian.
C.Apresiasi Film Banyu Biru
Secara leksikal appreciation ‘apresiasi’ mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang memberikan penilaian (hornby) Atau sebagaimana yang dikemukan oleh Effendi bahwa apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Suminto A Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi). Pendek kata apresiasi adalah upaya merebut makna sebuah karya. Untuk dapat memahami dan memaknai suatu karya seorang perlu mengenal dan memahami bagian-bagian atau elemen-elemen karya yang akan diapresiasi.
Dengan demikian mengapresiasi film berarti upaya merebut atau mengambil makna sebuah film sehingga akhirnya tumbuh perasaan penghargaan, kepekaan kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap film yang diapresiasi. Untuk bisa merebut makna film tesebut, seorang apresiator harus memahami elemen-elemen film. Diantara elemen-elemen tersebut adalah:
1. Sutradara
2. Penulis Skenario
3. Penyunting
4. Penata fotografi
5. Penata artistic
6. Penata suara
7. Penata music
8. Pemeran (actor dan artis)
Film Banyu Biru ingin memberikan keyakinan pada semua penikmatnya bahwa semua manusia pasti mempunyai persoalah hidup dengan intensitas dan kualitas masalah yang berbeda-beda. Ini bisa dilihat dari permasalahan-permasalahan yang dialami tokoh-tokoh pembantu dalam filam ini. Tercatat semua mempunyai masalah. Teman-teman Banyu sendiri tak luput dari masalah. Ada yang suaminya tidak bekerja, ada yang dikomplain oleh pelanggan, ada yang diganggu oleh anak kecil dalam kerjanya. Semua punya masalah. Dalam menghadapi masalah hidup ini ada yang dengan santai sehingga seolah-olah hidupnya tidak ada masalah, ada yang serius hingga membuat stres dan ada yang bijaksana sehingga masalah yang ia hadapai justru menambah kedewasaan dalam mensikapi hidup dan kehidupan.
Lihatlah tokoh Arif, yang sejak kecilnya ia diejek sebagai seorang banci tetapi dengan kearifan dan kebijaksanaannya menghadapi masalah ia justru bermanfaat bagi masyarakatnya bahkan seorang gang pun justru tunduk dan hormat pada Arif yang dikatakan banci.
Intinnya semua manusia pasti mempunyai masalah yang membutuhkan penyelesaian. Masalah tidak untuk dihindari tetapi perlu dihadapi. Berlari dari masalah pada hakikatnya justru akan menambah masalah menjadi berkepanjangan. Karenanya semua persoalan hidup harus di selesaikan. Inilah yang akan disampaikan oleh film ini. Tidak membawa dampak positif orang yang hanya hidup dalam khayalnya. Karena apa yang dibayangkan tidak selalu sama dengan kenyataan. Maka dalam menyelesaikan berbagai persoalan pun juga harus realis. Tidak hanya dibayangkan.
Lihatlah Banyu, tokoh utama dalam film ini. Dia berusaha lari dari persoalan hidupnya. Pergi menjauh tanpa berusaha menyelesaikan masalah keluargannya. Ia hanya terbawa oleh ilusi dan pikirannya sendiri bahwa ayahnya adalah sosok laki-laki egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri dan pekerjaannya. Tak pernah mencintai istri dan anaknya. Inilah yang ada dalam pikiran Banyu hingga akhirnya ia merasa perlu lari dan meninggalkan ayahnya. Padahal apa yang dipikirkan Banyu tentang ayahnya ini tidak benar dan ini yang akan dibuktikan dalam adegan-adegan film ini.
Pada kenyataannya justru sebaliknya, Oskar , ayah Banyu justru sangat mencintai istri dan keluarganya. Ini bisa dibuktikan dalam kenyataan bahwa ternyata cincin perkawinan istrinya masih dirawatnya baik-baik dan dijadikan kalung dalan hidupnya. Bahkan sebelum tidur ia selalu merindukan istrinya. Sementara cintanya pada Banyu anaknya dibuktikan dengan masih disimpannya lukisan-lukisan Banyu ketika masih kecil dan tersedianya secangkir air hangat di meja dekat tempat tidur Banyu saat ia baru saja bangun tidur. Hal itu terkuatkan lagi oleh penyediaan kamar tidur yang kosong yang ditata sedemikian rupa dan apa yang menjadi milik Banyu waktu kecil tersimpan dan terpelihara dalam kamar itu. Ini membuktikan bahwa sang ayah senantiasa mendambakan dan tetap mengharap kepulangan sang anak dalam pangkuannya, sangat romantis! Yah, ayah Banyu memang seorang yang sangat romantis dan ini bisa dilihat dari adegan pertama film ini yang menampilkan dansa yang dilakukan Oskar dengan istrinya di ruamg utama dari rumahnya. Lagu Juwita Malam menambah keromantisan sang ayah semakin kentara.
Unsur-Unsur Film
Tema
Film ini mengangkat tema yang sederhana. Tetapi justru tema yang digarap apik dengan akting dan tata artistik serta kepaduan kerja dari semua penggarap film mulai dari sutradara, pemain, penata suara, penata artistik dan sebagainya membuat film dengan tema sederhana ini justu mampu memberikan pelajaran yang mencerahkan dan menyenangkan kepada penikmatnya. Tema film ini adalah hidup adalah perjuangan. Perjuangan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Dan permasalahan hidup itu harus dihadapi dengan realitas bukan dengan hayalan dan impian.
Untuk memberikan pemahaman kepada penonton bahwa semua manusia mempunyai masalah dan bahwa dalam kehidupan ini selalu ada masalah, sang sutradara menampilkan masalah-masalah yang menimpa beberapa tokoh baik tokoh utama maupun tokoh pembantu bahkan tokoh figuran sekalipun. Semua mempunyai masalah dengan intensitas dan kualitas masalah yang berbeda-beda.
Banyu mempunyai masalah dengan keluarganya, dengan ayahnya. Teman kerja Banyu juga semua mempunyai masalah. Ada yang suaminya tidak bekerja dan akan hamil lagi, ada yang dalam kerjanya diganggu oleh anak kecil, ada yang dikomplain oleh pelanggan dan sebagainya. Arif, teman Banyu tak luput dari masalah. Bahkan masalah Arif kualitas dan intensitasnya lebih berat. Sejak kecil ia dikatakan banci oleh teman-temannya. Sulah (Sulak) juga mempunyai masalah. Begitulah cara sutradara menyakinkan kepada penonton bahwa dalam kehidupan seseorang pasti ada masalah.
Kemampuan manusia dalam menghadapi masalah hidup akan sangat berpengaruh dalam kehidupannya, dan akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan atau penderitaan hidup.
Tokoh Banyu karena ketidakmampuannya dalam menghadapi masalah hidup, yang sebenarnya masalah itu ia ciptakan sendiri karena ilusi-ilusinya yang tidak pasti tentang ayahnya, akhirnya ia tidak pernah bahagia dan bahkan ia merasa hidup ini beban karena setiap masalah bermuara pada dirinya. Sikap Banyu ini dipertentangkan dengan sikap Arif yang mempunyai permasalahan yang cukup berat dan intens, karena banci yang sering dikatakan orang untuk dirinya adalah sifat bawaan dan sulit mengubah sifat bawaan ini. Tetapi oleh Arif masalah itu dihadapinya dengan arif dan bijaksana sehingga masalah yang begitu berat yang dialaminya justru bukan menjadi beban hidup.Bahkan Arif bisa menikmati kehidupan dan tidak merasa mempunyai masalah.
Penata Suara dan Kameramen
Kelihaian Kameramen dalam mengambil gambar sangat mendukung pesan dan makna film yang akan disampaikan dan mampu memberikan bantuan kepada penonton untuk beremajinasi. Kalau kiat cermati kesunyian dan kesendirian dalam film ini sangat terasa. Hampir di setiap adegan di mana Banyu ditampilkan kesan sunyi dan berat serta beban dapat dirasakan oleh penonton. Pengambilan gambar close up dari arah depan bawah muka tokoh akan menimbulkan efek beban berat pada penonton. Apalagi didukung dengan sound efek dengan suara – suara berat seperti detak jam semakin membantu emajinasi penonton dalam membayangkan beban yang dialami oelah tokoh utamanya, Banyu.
Kelihaian lain dai kameramen yang bisa kita cermati dari film ini adalah kelihaian kameramen dalam berusaha mengvisualisasikan apa yang ada dalam pikiran tokoh. Hal itu bisa kita lihat antara lainsaa Banyu kembali ke rumah. Di sana ditampilkan sebuah rumah yang sudah dipenuhi dengan debu dan banyak sarang laba-laba, dengan beberapa kaca jendela yang sudah pecah. Ketika ruangan utama rumah itu ditampilkan dengan berbagai kesemrawutan dan ketidakbersihannya, tiba-tiba ruangan itu berubah menjadi rauangan yang bersih, nyaman ada suara lagu Juwita Malam dan ada pak Oskar dan istrinya sedang berdansa penuh dengan keromatisan. Dan yang lebih hebat lagi kameramen begitu lembut dalam memunculkan transisi dari gambar yangsatu dengan yang berikutnya .Tampilan gambar dan transisi adegan sepeeti itu memberikan emajinasi kepada penontonnya kepada pembicaraan hati Banyu. Dari adegan itu penonton jadi tahu apa yangada dalam hati Banyu, seolah-olah Banyu berkata dalam hatinya:
“Kenapa ruangan ini begitu kotor dan degil dan berdebu, kotor dan jorok padahal di ruangan ini dulu kedua ayah dan ibu berdansa dengan sangat mesranya.”
Itulah emajinasi yang bisa dimunculkan oleh penonton dengan melihat transisi gambar yang satu dengan yang lain pada adegan tersebut.
Hal lain yang patut mendapat acungan jempol dari kerja kameramen adalah kemampuan kameramen dengan pengambilan gambarnya dalam mengajak emosi penonton. Ketika seorang tokoh ingin loncat dari sebuah jembatan, maka gambar diambil dari jarak agak jauh dan dari atas, sehingga kesan dalam dan lebarnya sungai tertangkap dalam mata penonton, hal ini menimbulkan efek kengerian, sehingga pantas orang-orang (tokoh-tokoh figuran) menjerit histeris ketika melihat ada seorang yang hendak loncat dari jembatan tersebut. Tetapi untuk mengurangi ketegangan itu ditampilakan sedikit gurauan yang dilakukan oleh tokoh figuran ketika dia mengatakan kata kelas 5 SD padahal orang yang mau bunuh diri mengatakan kelas 4 SD.
Kontradikasi tampilan gambar juga sangat membantu dalam menggambarkan suasana yang dihadapi tokoh-tokohnya. Tokoh Banyu yang sedang pusing, capek, tidak enak badan dan penuh masalah diambil dengan close up dan disamping kanan kirinya deretan etalase yang dipenuhi barang dagangan terkesan mundur ke belakang membantu penoton dalam merasakan beban yang disandang Banyu. Ini bisa kita bayangkan ketika kita naik bis dan kita duduk menghadap ke belakang lalu kita melihat kan iri kita seolah-olah berjalan ke belakang. Dan biasanya dalam kondisi seprti ini orang yang tidak terbiasa akan merasakan pusing kepalanya.
Tampilan adegan Banyu yang seperti itu dikontaradiksikan dengan tampilan adegan yang menampilkan seorang tokoh kurus, kering dengan seragam pelayan toko swalayan sedang berjalan dengan menari dan suara sepatunya memberi kesan kedinamisannya dalam menghadapi hidup dan pekerjaan. Kontadiksai dari dua adegan ini akan memebrikan kesan lebih dan menyangatkan terhadap permaslahan yang dihadapi Banyu. Bagaimana tidak ternyataorang tidak peduli dengan dirinya. Di saat dirinya penuh masalah orang lain bahkan teman kerjanyan justru menari kegirangan, tak ada kesan perhatian pada dirinya. Sehingga ini memberikan kesan kesendirian dan kesunyian hidup yang dialami oleh Banyu. Dan adegan ini terulang kembali saat Banyum mengikuti seminar tentang pelayanan konsumen. Kesan kesunyian dan beban berat lebih terasa dengan sound efek berupa suara detak jam yang berat saat wajah Banyu secara close up ditampilkan lalu dikontraversikan dengan suara langkah sepatu yang sedang menari penuh kedinamisan.
Sutradara dan Skenario
Dalam pembuatan film sutradara adalah pemimpinnya. Semua adegan film yang ditampilkan merupakan perwujudan kepiawaian sutradara dalam menterjemahkan teks skenario. Dan film Banyu Biru merupakan bukti kepiawaian sutradaa dalam memahami cerita. Sehingga kita lihat tidak ada satu kata atau kalimat bahkan adegan pun yang sia-sia, tidak mempunyai makna dalam mendukung makna cerita dan dalam membantu mengantarkan tema.
Salah satu contoh bias kita ambil tatkala Banyu sedang bercakap-cakap dengan teman kerjanya. Teman kerjanya mengatakan bahwa dia membutuhkan mobil tua keluaranb tahun 67. Sekilas kita tidak akan memperhatikan isi dari pembicaraan atau adegan ini. Tetapi ternyata adeganinilah yang mampu menyelesaikan maslah saat ada orang (dalam perkawinan kelima paman Banyu) yang ingin bunuh diri dengan cara ingin menerjunkan diri ke sungai yang besar dan dalam. Orang ini putus asa karena menurutnya satu- satunya yang masih dimilikinya yaitu kekasihnya Mei telahmenikah dengan paman Banyu. Akibatnya ia merasa tidak punya apa-apa lagi kecuali sebuah mobil tua yangmogokan dan tidak ada harganya. Ketika Banyu mendengar perkataan orang itu, ia ingat akan temannya yang meminta untuk dicarikan sebuah mobil tua keluaran tahun 67. Akhirnya Banyu berhasil membujuk orang yang mau bunuh diri itu untuk memberi tahu di mana mobilnya karena temannya mau membelinya.
Plot yang ditampilkan sangat unik. Secara keseluruhan memang berplot maju tetapi ternyata dalam tampilan berikutnya plot ini beralur flaskback. Ini bisa kita lihat karena kejadian-kejadian yang menimpa Banyu hanyalah mimpi belaka. Mimpi yang disebabkan banyaknya persoalan hidup dialaminya dan tidak segera diselesaikan. Akibatnya masalah-masalah itu ditekan sampai ke bawah sadar hingga akhirnya muncul dalam mimpi. Ini sesuai dengan teori psikoanalisanya Sigmund Freud yang mengatakan bahwa rangsangan-rangsangan keras yang berasal dari id (pikiran bawah sadar) membutuhkan ekspresi. Dan salah satu dari wujud ekspresi itu adalah mimpi.
Hal yang ingin dikatakan oleh sang sutradara kepada penonton sesuai dengan penafsirannya terhadap teks skenario, sehingga sutradara memunculkan mimpi yang dialami Banyu adalah hendaklah dalam menyelasaikan masalah kita harus realis tidak dalam khayal. Penyelesaian masalah hendaknya dengan tindak nyata bukan dengan khayalan atau impian.
Untuk mendukung itu, isi mimpi yang dialami Banyu pun berupa mimpi dalam menyelesaikan berbagai masalah hidupnya terutama masalahnya dengan sang ayah. Sekaligus adegan-adegan itu membuktikan bahwa tidak semua apa yang kita lakukan sama dengan apa yang kita bayangkan.
Penata Suara dan Musik
Perpaduan gambar, suara dan ilustrasi musik dalam sebuah film sangat penting artinya dalam mendukung makna cerita dan makna yang ingin disampikan melalui cara yangsangat artistik dan menarik. Sehingga lembut pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis skenario dan sutadara merasuk ke dalam diri penikmat film.
Awal cerita film Banyu Biru ini menampilkan lagu Juwita Malam dengan dua versi musik yang berbeda. Yang pertama dengan jenis musik pop romantis dan yang ke dua dengan musik rok. Kontradiksi inilah yang sering digunakan dalam film ini untuk memperjelas suasana dalam setiap adegan. Musik rok menimbulkan kesan keras, semrawut tidak teratur dan menjadikan masalah menjadi semakin berat sedangkan musik pop yang romantis memberian ketenteraman dan kesejukan serta kedamaian hidup.
Selain itu bisa kita lihat dalam adegan-adegan awal yang memunculkan sound track-nya Slank, keterpaduan sound efek dan penata suara ini juga bisa kita temukan dalam setiap sound efek yang menyertai setiap adegan, misalnya suara detak jam, suara tarian sepatu yang penuh dengan dinamisasi. Kontradiksi itu sering digunakan untuk lebih menekankan dan mambantu pembaca dalam memahami suasana adegan dan kondisi dalam sebuah adegan.
A.Identitas Film
Judul : Banyu Biru
Sutradara : Teddy Soeraatmadja
Penulis skenario : Rayya Makarim Prima Rusdi
Produksi : M & M Entertainment & Salto Film
Pemain : Tora Sudiro ( Banyu )
: Dian Sastro Wardoyo (Sulah)
Slamet Raharjo (Oskar)
B.Sinopsis Film Banyu Biru
Film ini berkisah tentang seorang pemuda yang mencoba mencari jawab atas berbagai persoalan hidup yang ia alami.
Cerita diawali dengan menampilkan keluarga Oskar, ayah Banyu. Pada awal cerita dikisahkan saat istri Oskar sedang menemani putrinya Biru berenang di kolam renang belakang rumahnya. Tetapi kemudian suaminya memanggil dan menanyakan tentang lembar-lembar kerja yang tak ditemukannya. Akhirnya Biru ditinggalkan sendirian di kolam renang. Dan sebuah tragedi terjadi, entah berapa lama ibu Biru meninggalkan Biru di kolam sendirian hingga kemudian didapati oleh Banyu , kakak Biru, Biru telah terapung di permukaan kolam. Ia meninggal karena tenggelam. Banyu menjerit histeris kemudian teringatlah saat-saat indah dan menyenangkan bersama adiknya, saat – saat mereka bermain.
Ibu Banyu, istri Oskar tidak tahan dengan itu semua dia shock dan akhirnya ia juga meninggal dunia. Banyu merasakan bahwa tidak ada siapa-siapa lagi dalam hidupnya. Adiknya meninggal, ibunya juga meninggal sedangan ayahnya terlalu asik dengan pekerjaannya dan tidak mau peduli dengan dirinya. Akhirnya ia meninggalan rumah dan pergi ke sebuah kota.
Di kota ia bekeja di sebuah supermarket. Berbagai permasalahan selalu bermuara pada dirinya. Hidupnya dipenuhi dengan masalah. Ia tidak bisa menikmati kehidupan. Suatu saat ia diminta temannya menggantikan dia hadir dalam seminar tentang pelayanan terhadap konsumen. Padahal saat itu ia sangat capek, sedang tidak enak badan dan dalam dirinya penuh masalah maka ia pergi ke psikiater untuk menyelesaikan masalahnya. Psikiater menyarankan agar ia kembali kepada keluarganya, kepada ayahnya. Karena menurutnya inilah waktu yang tepat. Sudah saatnya ia harus kembali pada keluarga dan menyelesaikan masalah keluarga, masalah dengan ayahnya. Sebelumnya juga ia telah mendapat telpon dari pamannya agar hadir dalam pesta perkawinannya yang ke lima.
Dengan rasa capek dan pusing ia pasakan hadir dalam seminar itu mewakili temannya. Tetapi ia tidak dapat konsentrasi, pikiranya penuh masalah dan pusing di kepalanya menyebabkan ia harus minum obat sampai akhinya ia tertidur dan dalam tidurnya inilah mengalir cerita dalam mimpinya.
Dalam mimpinya ia kembali ke rumahnya. Tetapi ia tidak bertemu dengan ayahnya. Bahkan rumahnya telah kosong dan dipenuhi debu. Dari Sulah (Sulak), ia memperoleh informasi bahwa ayahnya telah pindah tetapi ke mana pindahnya Sulah sendiri tidak tahu. Di sinilah terjalin kisah cinta pertama antara Banyu dan Sulah. Banyu sangat merasakan cinta itu hingga ketika dalam perjalanan ia tersenyum sendiri, senyum karena senang.
Karena ayahnya telah pindah akhirnya ia pergi ke rumah pamannya yang waktu itu sedang mengadakan pesta pernikahan yang kelima. Dari pamannya inilah Banyu mengetahui bahwa ayahnya telah pindah di Pangkal Pinang. Pamannya mengatakan bahwa ayahnya sebenarnya tidak seperi yang dibayangkan Banyu. Cintanya pada anak dan istri tak pernah habis. Maka sang paman menyarankan Banyu untuk menemui ayahnya dan menyelasaikan persoalannya.
Benar! Banyu akhirnya pergi ke Pulau Pangkal Pinang. Dalam perjalanan mencari rumah ayahnya di Pangkal Pinang ia bertemu dengan Arif, teman SD-nya yang dulu sering ia ejek sebagai seorang banci. Pertemuan yang tidak disengaja karena Banyu sebenarnya hanya mau tanya tentang mobil yang bisa mengantarkan dirinya ke pelabuhan. Tetapi dari Arif Banyu mendapatkan banyak hikmah. Arif yang dulu dikatakan banci ternyata mampu memberi manfaat pada desanya.
Ketika Banyu sampai di pulau Pangkal Pinang ia langsung menuju sebuah rumah dekat pantai dan di situlah ayahnya tinggal. Banyu tetap menyalahkan ayahnya bahwa ayahnya egois, tidak mencintai ibunya dan hanya mementingkan pekerjaannya. Oskar, ayah Banyu marah dan berusaha memberikan pengertian kepada Banyu bahwa apa yang dikatakan Banyu tentang dirinya semuanya tidak benar. Ia sangat mencintai ibu Banyu. Ia mencintai Banyu, anaknya. Sebagai buktinya ia berikan cincin perkawinannya yang ia gantungkan sebagai bandul kalung kepada Banyu. Ia berharap suatu saat nanti Banyu mau mengerti akan ayahnya. Akan hatinya.
Akhirya Banyu ingin kembali lagi dan meninggalkan ayah, tetapi di tengah perjalanan lautnya ia pusing dan terlempar ke dalam laut. Ia terbangun dari mimpi dan bertekad untuk menyelesaikan masalahnya dengan kenyataan bukan dalam impian.
C.Apresiasi Film Banyu Biru
Secara leksikal appreciation ‘apresiasi’ mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian dan pernyataan yang memberikan penilaian (hornby) Atau sebagaimana yang dikemukan oleh Effendi bahwa apresiasi adalah kegiatan menggauli karya sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra (Suminto A Sayuti, Berkenalan dengan Prosa Fiksi). Pendek kata apresiasi adalah upaya merebut makna sebuah karya. Untuk dapat memahami dan memaknai suatu karya seorang perlu mengenal dan memahami bagian-bagian atau elemen-elemen karya yang akan diapresiasi.
Dengan demikian mengapresiasi film berarti upaya merebut atau mengambil makna sebuah film sehingga akhirnya tumbuh perasaan penghargaan, kepekaan kritis dan kepekaan perasaan yang baik terhadap film yang diapresiasi. Untuk bisa merebut makna film tesebut, seorang apresiator harus memahami elemen-elemen film. Diantara elemen-elemen tersebut adalah:
1. Sutradara
2. Penulis Skenario
3. Penyunting
4. Penata fotografi
5. Penata artistic
6. Penata suara
7. Penata music
8. Pemeran (actor dan artis)
Film Banyu Biru ingin memberikan keyakinan pada semua penikmatnya bahwa semua manusia pasti mempunyai persoalah hidup dengan intensitas dan kualitas masalah yang berbeda-beda. Ini bisa dilihat dari permasalahan-permasalahan yang dialami tokoh-tokoh pembantu dalam filam ini. Tercatat semua mempunyai masalah. Teman-teman Banyu sendiri tak luput dari masalah. Ada yang suaminya tidak bekerja, ada yang dikomplain oleh pelanggan, ada yang diganggu oleh anak kecil dalam kerjanya. Semua punya masalah. Dalam menghadapi masalah hidup ini ada yang dengan santai sehingga seolah-olah hidupnya tidak ada masalah, ada yang serius hingga membuat stres dan ada yang bijaksana sehingga masalah yang ia hadapai justru menambah kedewasaan dalam mensikapi hidup dan kehidupan.
Lihatlah tokoh Arif, yang sejak kecilnya ia diejek sebagai seorang banci tetapi dengan kearifan dan kebijaksanaannya menghadapi masalah ia justru bermanfaat bagi masyarakatnya bahkan seorang gang pun justru tunduk dan hormat pada Arif yang dikatakan banci.
Intinnya semua manusia pasti mempunyai masalah yang membutuhkan penyelesaian. Masalah tidak untuk dihindari tetapi perlu dihadapi. Berlari dari masalah pada hakikatnya justru akan menambah masalah menjadi berkepanjangan. Karenanya semua persoalan hidup harus di selesaikan. Inilah yang akan disampaikan oleh film ini. Tidak membawa dampak positif orang yang hanya hidup dalam khayalnya. Karena apa yang dibayangkan tidak selalu sama dengan kenyataan. Maka dalam menyelesaikan berbagai persoalan pun juga harus realis. Tidak hanya dibayangkan.
Lihatlah Banyu, tokoh utama dalam film ini. Dia berusaha lari dari persoalan hidupnya. Pergi menjauh tanpa berusaha menyelesaikan masalah keluargannya. Ia hanya terbawa oleh ilusi dan pikirannya sendiri bahwa ayahnya adalah sosok laki-laki egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri dan pekerjaannya. Tak pernah mencintai istri dan anaknya. Inilah yang ada dalam pikiran Banyu hingga akhirnya ia merasa perlu lari dan meninggalkan ayahnya. Padahal apa yang dipikirkan Banyu tentang ayahnya ini tidak benar dan ini yang akan dibuktikan dalam adegan-adegan film ini.
Pada kenyataannya justru sebaliknya, Oskar , ayah Banyu justru sangat mencintai istri dan keluarganya. Ini bisa dibuktikan dalam kenyataan bahwa ternyata cincin perkawinan istrinya masih dirawatnya baik-baik dan dijadikan kalung dalan hidupnya. Bahkan sebelum tidur ia selalu merindukan istrinya. Sementara cintanya pada Banyu anaknya dibuktikan dengan masih disimpannya lukisan-lukisan Banyu ketika masih kecil dan tersedianya secangkir air hangat di meja dekat tempat tidur Banyu saat ia baru saja bangun tidur. Hal itu terkuatkan lagi oleh penyediaan kamar tidur yang kosong yang ditata sedemikian rupa dan apa yang menjadi milik Banyu waktu kecil tersimpan dan terpelihara dalam kamar itu. Ini membuktikan bahwa sang ayah senantiasa mendambakan dan tetap mengharap kepulangan sang anak dalam pangkuannya, sangat romantis! Yah, ayah Banyu memang seorang yang sangat romantis dan ini bisa dilihat dari adegan pertama film ini yang menampilkan dansa yang dilakukan Oskar dengan istrinya di ruamg utama dari rumahnya. Lagu Juwita Malam menambah keromantisan sang ayah semakin kentara.
Unsur-Unsur Film
Tema
Film ini mengangkat tema yang sederhana. Tetapi justru tema yang digarap apik dengan akting dan tata artistik serta kepaduan kerja dari semua penggarap film mulai dari sutradara, pemain, penata suara, penata artistik dan sebagainya membuat film dengan tema sederhana ini justu mampu memberikan pelajaran yang mencerahkan dan menyenangkan kepada penikmatnya. Tema film ini adalah hidup adalah perjuangan. Perjuangan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah. Dan permasalahan hidup itu harus dihadapi dengan realitas bukan dengan hayalan dan impian.
Untuk memberikan pemahaman kepada penonton bahwa semua manusia mempunyai masalah dan bahwa dalam kehidupan ini selalu ada masalah, sang sutradara menampilkan masalah-masalah yang menimpa beberapa tokoh baik tokoh utama maupun tokoh pembantu bahkan tokoh figuran sekalipun. Semua mempunyai masalah dengan intensitas dan kualitas masalah yang berbeda-beda.
Banyu mempunyai masalah dengan keluarganya, dengan ayahnya. Teman kerja Banyu juga semua mempunyai masalah. Ada yang suaminya tidak bekerja dan akan hamil lagi, ada yang dalam kerjanya diganggu oleh anak kecil, ada yang dikomplain oleh pelanggan dan sebagainya. Arif, teman Banyu tak luput dari masalah. Bahkan masalah Arif kualitas dan intensitasnya lebih berat. Sejak kecil ia dikatakan banci oleh teman-temannya. Sulah (Sulak) juga mempunyai masalah. Begitulah cara sutradara menyakinkan kepada penonton bahwa dalam kehidupan seseorang pasti ada masalah.
Kemampuan manusia dalam menghadapi masalah hidup akan sangat berpengaruh dalam kehidupannya, dan akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan atau penderitaan hidup.
Tokoh Banyu karena ketidakmampuannya dalam menghadapi masalah hidup, yang sebenarnya masalah itu ia ciptakan sendiri karena ilusi-ilusinya yang tidak pasti tentang ayahnya, akhirnya ia tidak pernah bahagia dan bahkan ia merasa hidup ini beban karena setiap masalah bermuara pada dirinya. Sikap Banyu ini dipertentangkan dengan sikap Arif yang mempunyai permasalahan yang cukup berat dan intens, karena banci yang sering dikatakan orang untuk dirinya adalah sifat bawaan dan sulit mengubah sifat bawaan ini. Tetapi oleh Arif masalah itu dihadapinya dengan arif dan bijaksana sehingga masalah yang begitu berat yang dialaminya justru bukan menjadi beban hidup.Bahkan Arif bisa menikmati kehidupan dan tidak merasa mempunyai masalah.
Penata Suara dan Kameramen
Kelihaian Kameramen dalam mengambil gambar sangat mendukung pesan dan makna film yang akan disampaikan dan mampu memberikan bantuan kepada penonton untuk beremajinasi. Kalau kiat cermati kesunyian dan kesendirian dalam film ini sangat terasa. Hampir di setiap adegan di mana Banyu ditampilkan kesan sunyi dan berat serta beban dapat dirasakan oleh penonton. Pengambilan gambar close up dari arah depan bawah muka tokoh akan menimbulkan efek beban berat pada penonton. Apalagi didukung dengan sound efek dengan suara – suara berat seperti detak jam semakin membantu emajinasi penonton dalam membayangkan beban yang dialami oelah tokoh utamanya, Banyu.
Kelihaian lain dai kameramen yang bisa kita cermati dari film ini adalah kelihaian kameramen dalam berusaha mengvisualisasikan apa yang ada dalam pikiran tokoh. Hal itu bisa kita lihat antara lainsaa Banyu kembali ke rumah. Di sana ditampilkan sebuah rumah yang sudah dipenuhi dengan debu dan banyak sarang laba-laba, dengan beberapa kaca jendela yang sudah pecah. Ketika ruangan utama rumah itu ditampilkan dengan berbagai kesemrawutan dan ketidakbersihannya, tiba-tiba ruangan itu berubah menjadi rauangan yang bersih, nyaman ada suara lagu Juwita Malam dan ada pak Oskar dan istrinya sedang berdansa penuh dengan keromatisan. Dan yang lebih hebat lagi kameramen begitu lembut dalam memunculkan transisi dari gambar yangsatu dengan yang berikutnya .Tampilan gambar dan transisi adegan sepeeti itu memberikan emajinasi kepada penontonnya kepada pembicaraan hati Banyu. Dari adegan itu penonton jadi tahu apa yangada dalam hati Banyu, seolah-olah Banyu berkata dalam hatinya:
“Kenapa ruangan ini begitu kotor dan degil dan berdebu, kotor dan jorok padahal di ruangan ini dulu kedua ayah dan ibu berdansa dengan sangat mesranya.”
Itulah emajinasi yang bisa dimunculkan oleh penonton dengan melihat transisi gambar yang satu dengan yang lain pada adegan tersebut.
Hal lain yang patut mendapat acungan jempol dari kerja kameramen adalah kemampuan kameramen dengan pengambilan gambarnya dalam mengajak emosi penonton. Ketika seorang tokoh ingin loncat dari sebuah jembatan, maka gambar diambil dari jarak agak jauh dan dari atas, sehingga kesan dalam dan lebarnya sungai tertangkap dalam mata penonton, hal ini menimbulkan efek kengerian, sehingga pantas orang-orang (tokoh-tokoh figuran) menjerit histeris ketika melihat ada seorang yang hendak loncat dari jembatan tersebut. Tetapi untuk mengurangi ketegangan itu ditampilakan sedikit gurauan yang dilakukan oleh tokoh figuran ketika dia mengatakan kata kelas 5 SD padahal orang yang mau bunuh diri mengatakan kelas 4 SD.
Kontradikasi tampilan gambar juga sangat membantu dalam menggambarkan suasana yang dihadapi tokoh-tokohnya. Tokoh Banyu yang sedang pusing, capek, tidak enak badan dan penuh masalah diambil dengan close up dan disamping kanan kirinya deretan etalase yang dipenuhi barang dagangan terkesan mundur ke belakang membantu penoton dalam merasakan beban yang disandang Banyu. Ini bisa kita bayangkan ketika kita naik bis dan kita duduk menghadap ke belakang lalu kita melihat kan iri kita seolah-olah berjalan ke belakang. Dan biasanya dalam kondisi seprti ini orang yang tidak terbiasa akan merasakan pusing kepalanya.
Tampilan adegan Banyu yang seperti itu dikontaradiksikan dengan tampilan adegan yang menampilkan seorang tokoh kurus, kering dengan seragam pelayan toko swalayan sedang berjalan dengan menari dan suara sepatunya memberi kesan kedinamisannya dalam menghadapi hidup dan pekerjaan. Kontadiksai dari dua adegan ini akan memebrikan kesan lebih dan menyangatkan terhadap permaslahan yang dihadapi Banyu. Bagaimana tidak ternyataorang tidak peduli dengan dirinya. Di saat dirinya penuh masalah orang lain bahkan teman kerjanyan justru menari kegirangan, tak ada kesan perhatian pada dirinya. Sehingga ini memberikan kesan kesendirian dan kesunyian hidup yang dialami oleh Banyu. Dan adegan ini terulang kembali saat Banyum mengikuti seminar tentang pelayanan konsumen. Kesan kesunyian dan beban berat lebih terasa dengan sound efek berupa suara detak jam yang berat saat wajah Banyu secara close up ditampilkan lalu dikontraversikan dengan suara langkah sepatu yang sedang menari penuh kedinamisan.
Sutradara dan Skenario
Dalam pembuatan film sutradara adalah pemimpinnya. Semua adegan film yang ditampilkan merupakan perwujudan kepiawaian sutradara dalam menterjemahkan teks skenario. Dan film Banyu Biru merupakan bukti kepiawaian sutradaa dalam memahami cerita. Sehingga kita lihat tidak ada satu kata atau kalimat bahkan adegan pun yang sia-sia, tidak mempunyai makna dalam mendukung makna cerita dan dalam membantu mengantarkan tema.
Salah satu contoh bias kita ambil tatkala Banyu sedang bercakap-cakap dengan teman kerjanya. Teman kerjanya mengatakan bahwa dia membutuhkan mobil tua keluaranb tahun 67. Sekilas kita tidak akan memperhatikan isi dari pembicaraan atau adegan ini. Tetapi ternyata adeganinilah yang mampu menyelesaikan maslah saat ada orang (dalam perkawinan kelima paman Banyu) yang ingin bunuh diri dengan cara ingin menerjunkan diri ke sungai yang besar dan dalam. Orang ini putus asa karena menurutnya satu- satunya yang masih dimilikinya yaitu kekasihnya Mei telahmenikah dengan paman Banyu. Akibatnya ia merasa tidak punya apa-apa lagi kecuali sebuah mobil tua yangmogokan dan tidak ada harganya. Ketika Banyu mendengar perkataan orang itu, ia ingat akan temannya yang meminta untuk dicarikan sebuah mobil tua keluaran tahun 67. Akhirnya Banyu berhasil membujuk orang yang mau bunuh diri itu untuk memberi tahu di mana mobilnya karena temannya mau membelinya.
Plot yang ditampilkan sangat unik. Secara keseluruhan memang berplot maju tetapi ternyata dalam tampilan berikutnya plot ini beralur flaskback. Ini bisa kita lihat karena kejadian-kejadian yang menimpa Banyu hanyalah mimpi belaka. Mimpi yang disebabkan banyaknya persoalan hidup dialaminya dan tidak segera diselesaikan. Akibatnya masalah-masalah itu ditekan sampai ke bawah sadar hingga akhirnya muncul dalam mimpi. Ini sesuai dengan teori psikoanalisanya Sigmund Freud yang mengatakan bahwa rangsangan-rangsangan keras yang berasal dari id (pikiran bawah sadar) membutuhkan ekspresi. Dan salah satu dari wujud ekspresi itu adalah mimpi.
Hal yang ingin dikatakan oleh sang sutradara kepada penonton sesuai dengan penafsirannya terhadap teks skenario, sehingga sutradara memunculkan mimpi yang dialami Banyu adalah hendaklah dalam menyelasaikan masalah kita harus realis tidak dalam khayal. Penyelesaian masalah hendaknya dengan tindak nyata bukan dengan khayalan atau impian.
Untuk mendukung itu, isi mimpi yang dialami Banyu pun berupa mimpi dalam menyelesaikan berbagai masalah hidupnya terutama masalahnya dengan sang ayah. Sekaligus adegan-adegan itu membuktikan bahwa tidak semua apa yang kita lakukan sama dengan apa yang kita bayangkan.
Penata Suara dan Musik
Perpaduan gambar, suara dan ilustrasi musik dalam sebuah film sangat penting artinya dalam mendukung makna cerita dan makna yang ingin disampikan melalui cara yangsangat artistik dan menarik. Sehingga lembut pesan-pesan yang ingin disampaikan penulis skenario dan sutadara merasuk ke dalam diri penikmat film.
Awal cerita film Banyu Biru ini menampilkan lagu Juwita Malam dengan dua versi musik yang berbeda. Yang pertama dengan jenis musik pop romantis dan yang ke dua dengan musik rok. Kontradiksi inilah yang sering digunakan dalam film ini untuk memperjelas suasana dalam setiap adegan. Musik rok menimbulkan kesan keras, semrawut tidak teratur dan menjadikan masalah menjadi semakin berat sedangkan musik pop yang romantis memberian ketenteraman dan kesejukan serta kedamaian hidup.
Selain itu bisa kita lihat dalam adegan-adegan awal yang memunculkan sound track-nya Slank, keterpaduan sound efek dan penata suara ini juga bisa kita temukan dalam setiap sound efek yang menyertai setiap adegan, misalnya suara detak jam, suara tarian sepatu yang penuh dengan dinamisasi. Kontradiksi itu sering digunakan untuk lebih menekankan dan mambantu pembaca dalam memahami suasana adegan dan kondisi dalam sebuah adegan.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Nice bahterasia
BalasHapus